MAKALAH KB
DAN KESEHATAN REPRODUKSI
DOSEN PEMBIMBING
RINI PATRONI,SST,M.Kes
DISUSUN OLEH
Dian Resa Cahyani
Diya Nova Herlusi
Tiara Mardalena
Widiya Yulia Nengsih
Yesenia Putri Pratama
KELOMPOK 3
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN BENGKULU
PRODI KEBIDANAN CURUP
TAHUN AJARAN 2014-2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
Puji Syukur Kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga
makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas KB dan Kespro dengan judul ASKEB ENDOMETRITIS.
Dalam menyusun makalah ini penulis
banyak mendapatkan bimbingan serta motivasi dari beberapa pihak, oleh karenanya
kami mengucapkan Alhamdulillah dan terima kasih kepada pihak yang telah
membantu.
Dalam penyusunan makalah ini penulis
menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharap kritik dan
saran untuk perbaikan dimasa mendatang.
Akhirnya, semoga makalah ini
bermanfaat bagi semua pembaca, khususnya bagi penulis sendiri.Terima kasih.
Curup, September 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Infertilitas merupakan suatu permasalahan yang cukup
lama dalam dunia kedokteran.
Menurut
catatan WHO, diketahui penyebab infertilitas pada perempuan di antaranya,
adalah: faktor Tuba fallopii (saluran telur) 36%, gangguan ovulasi 33%,
endometriosis 30%, dan hal lain yang tidak diketahui sekitar 26%.Hal ini
berarti sebagiaesar masalah infertilitas pada perempuan disebabkan oleh
gangguan pada organ reproduksi atau karena gangguan proses ovulasi.
Endometriosis paling sering terjadi pada usia
reproduksi. Insidensi yang pasti belum diketahui, namun prevalensinya pada
kelompok tertentu cukup tinggi. Misalnya, pada wanita yang dilakukan
laparaskopi diagnostik, ditemukan endometriosis sebanyak 0-53%; pada kelompok
wanita dengan infertilitas yang belum diketahui penyebabnya ditemukan endometriosis
sebanyak 70-80%; sedangkan pada wanita dengan infertilitas sekunder ditemukan
endometriosis sebanyak 25%. Diperkirakan prevalensi endometriosis akan terus
meningkat dari tahun ketahun. Meskipun endometriosis dikatakan penyakit wanita
usia reproduksi, namun telah ditemukan pula endometriosis pada usia remaja dan
pasca menopause. Oleh karena itu, untuk setiap nyeri haid baik pada usia
remaja, maupun pada usia menopause perlu dipikirkan adanya endometriosis.
Endometriosis selama kurang lebih 30 tahun terakhir
ini menunjukkan angka kejadian yang meningkat. Angka kejadian antara 5-15%
dapat ditemukan di semua operasi pelvik. Endometriosis jarang didapatkan pada
orang-orang negro, dan lebih sering didapatkan pada wanita-wanita yang berasal
dari golongan sosio-ekonomi yang kuat. Yang menarik perhatian adalah bahwa
endometriosis lebih sering ditemukan pada wanita yang tidak kawin pada umur
muda, dan yang tidak mempunyai banyak anak. Ternyata fungsi ovarium secara
siklis yang terus menerus tanpa diselingi kehamilan, memegang peranan penting
di dalam terjadinya endometriosis.
Angka kejadian endometriosis yang terjadi pada
infertilitas menurut Ali Badziad, 1992, adalah sebesar antara 20-60 %. Pada
infertilitas primer angka kejadian endometriosis yang terjadi sebesar 25%,
sedangkan pada infertilitas sekunder angka kejadiannya sebesar 15%. Sedangkan
angka kejadian endometriosis yang dilaporkan oleh Speroff adalah 3-10% terjadi
pada wanita usia produktif, dan antara 25-35 terjadi pada wanita infertil.
Sedangkan di Indonesia endometriosis ditemukan kurang lebih 30% pada wanita
infertil. Menurut William dan Pratt kejadian Endometriosis pada seluruh
laparatomi dari berbagai indikasi ditemukan sebesar 11,87%.
Berdasarkan penjelasan di atas besar persentase kasus
endometriosis pada wanita mendasari study kasus ini untuk mengkaji lebih dalam
mengenai salah satu penyebab dari infertilitas.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari endometritis?
2. Apa etiologi
dari endometritis?
3. Apa
klasifikasi dari endometritis?
4. Bagaimana gambaran klinis dari endometritis?
5. Apa
patofisiologi dari endometritis?
6. Apa saja komplikasi dari endometritis?
C.
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa definisi dari endometritis?
2. Untuk mengetahui apa etiologi dari endometritis?
3. Untuk mengetahui apa klasifikasi dari endometritis?
4. Untuk mengetahui bagaimana gambaran
klinis dari endometritis?
5. Untuk mengetahui apa patofisiologi dari endometritis?
6. Untuk mengetahui apa komplikasi dari endometritis?
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Definisi
Endometritis
· Endometritis
adalah suatu peradangan endometrium yang biasanya disebabkan oleh infeksi
bakteri pada jaringan.
· Endometritis
adalah infeksi pada endometrium atau lapisan
dalam dari rahim.
(Manuaba,1998)
· Endometritis
adalah suatu infeksi yag terjadi di endometrium, merupakan komplikasi
pascapartum, biasanya terjadi 48 sampai 72 jam setelah melahirkan.(Obstetri dan
ginekologi universitas Padjajaran,1981)
Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang
masih dapat berfungsi terdapat diluar kavum uteri.( Sarwono Prawirohardjo,2009)
Jadi,Endometriosis adalah radang yang terkait dengan hormon estradiol/estrogen berupa
pertumbuhan jaringan endometrium yang disertai
perambatan pembuluh darah,
hingga menonjol keluar dari rahim
(pertumbuhan ectopic) dan
menyebabkan pelvic pain.
Endometriosis dikatakan terkait
dengan estrogen sebab perkembangan dan simtoma yang ditimbulkan akan
hilang seiring datangnya menopause, oleh karena
itu perawatan paling umum bagi penderita radang ini adalah penggunaan terapi
hormonal yang menginduksi kondisi hipoestrogenik. Estrogen merupakan kelompok hormon steroid
yang disekresi ovarium setelah distimulasi
oleh FSH dan/atau LH
yang disekresi oleh kelenjar hipofisis. Lebih lanjut
sekresi FSH dan LH dihambat oleh hormon GnRH yang disekresi oleh hipotalamus. Setelah kista endometriosis telah
terbentuk sepenuhnya, muncul simtoma hiperalgesia
vaginal yang disertai dengan hiperalgesia otot
perut. Jaringan di sekitar kista akan mensekresi berbagai sitokina antara lain IL-1,
IL-6,
IL-8,
dan IL-10,
TNF-α,
faktor pertumbuhan seperti VEGF dan NGF.
Biasanya endometriosis terbatas
pada lapisan rongga perut atau permukaan organ perut. Endometrium yang salah
tempat ini biasanya melekat pada ovarium (indung
telur) dan ligamen
penyokong rahim. Endometrium juga bisa
melekat pada lapisan luar usus halus dan usus besar, ureter (saluran yang
menghubungan ginjal dengan kandung kemih),
kandung kemih,
vagina, jaringan
parut di dalam perut atau lapisan rongga
dada. Kadang jaringan endometrium tumbuh di dalam paru-paru.
Endometriosis bisa diturunkan dan
lebih sering ditemukan pada keturunan pertama (ibu, anak perempuan, saudara
perempuan). Faktor lain yang meningkatkan risiko terjadinya endometriosis
adalah memiliki rahim yang abnormal, melahirkan pertama kali pada usia di atas
30 tahun dan kulit putih.Endometriosis diperkirakan terjadi pada 10-15% wanita
subur yang berusia 25-44 tahun, 25-50% wanita
mandul dan bisa juga terjadi pada usia remaja.
Endometriosis yang berat bisa menyebabkan kemandulan
karena menghalangi jalannya sel telur dari ovarium ke rahim.
B.
Etiologi Endometritis
Mikroorganisme yang menyebabkan endometritis
diantaranya Campylobacter
foetus,
Brucella sp., Vibrio sp. dan Trichomonas
foetus.
Endometritis juga dapat diakibatkan oleh bakteri oportunistik spesifik seperti Corynebacterium pyogenes, Eschericia coli dan Fusobacterium necrophorum. Organisme penyebab biasanya
mencapai vagina pada saat perkawinan, kelahiran,
sesudah melahirkan atau melalui sirkulasi darah.
Terdapat
banyak faktor yang berkaitan dengan endometritis, yaitu retensio sekundinarum, distokia, faktor penanganan, dan siklus birahi yang tertunda. Selain itu,
endometritis biasa terjadi setelah kejadian aborsi, kelahiran kembar, serta kerusakan jalan kelahiran
sesudah melahirkan. Endometritis dapat terjadi sebagai kelanjutan kasus distokia atau retensi plasenta yang mengakibatkan involusi uteruspada periode sesudah melahirkan
menurun. Endometritis juga sering berkaitan dengan adanya Korpus Luteum
Persisten
(CLP).
Sedangkan menurut
Varney, H. (2011), hal-hal yang dapat menyebabkan
infeksi pada wanita adalah :
1.
Waktu persalinan lama, terutama
disertai pecahnya ketuban.
2.
Pecahnya ketuban berlangsung lama.
3.
Adanya pemeriksaan vagina selama
persalinan dan disertai pecahnya ketuban.
4.
Teknik aseptik tidak dipatuhi.
5.
Manipulasi intrauterus (pengangkatan
plasenta secara manual).
6.
Trauma jaringan yang luas/luka
terbuka.
7.
Kelahiran secara bedah.
8.
Retensi fragmen plasenta/membran
amnion.
Beberapa pendapat para ahli mengenai Endometriosi :
1.
Teori ‘SISTEM KEKEBALAN’
Kelainan
system kekebalan menyebabkan jaringan menstruasi tumbuh di daerah selain rahim
2.
Teori ‘ GENETIK ‘
Keluarga
tertentu memiliki factor tertentu yang menyebabkan kepekaan yang tinggi
terhadap endometriosis. Bahwa anak atau saudara penderita endometriosis
beresiko basar mengalami endometriosis
sendiri.
3.
Teori ‘ RETROGRAD MENSTRUATION ‘
Menurut
teori ini, endometriosis terjadi karena sel-sel endometrium yang dilepaskan
saat menstruasi mengalir kembali me;alui tuba ke rongga pelvis. Sudah
dibuktikan bahwa dalm darah menstruasi terdapat sel-sel endometrim yang masih
hidup. Sel-sel ini kemudian dapat mengadakan implantasi di pelvis.
C.
Klasifikasi Endometriosis
Berdasarkan
visualisasi rongga pelvis dan volume tiga dimensi dari endometriosis dilakukan
penilaian terhadap ukuran, lokasi dan kedalaman invasi, keterlibatan ovarium
dan densitas dari perlekatan. Dengan perhitungan ini didapatkan nilai-nilai
dari skoring yang kemudian jumlahnya berkaitan dengan derajat klasifikasi
endometriosis. Nilai 1-4 adalah minimal (stadium I), 5-15 adalah ringan
(stadium II), 16-40 adalah sedang (stadium III) dan lebih dari 40 adalah berat
(stadium IV).
Tabel Derajat Endometriosis berdasarkan skoring dari Revisi AFS
(American Fertility Society)
Endometriosis
|
<1cm
|
1-3 cm
|
>1cm
|
|||
Peritoneum
|
Permukaan
|
1
|
2
|
4
|
||
Dalam
|
2
|
4
|
6
|
|||
Ovarium
|
Kanan
|
Permukaan
|
1
|
2
|
4
|
|
Dalam
|
4
|
16
|
20
|
|||
Kiri
|
Permukaan
|
1
|
2
|
4
|
||
Dalam
|
4
|
16
|
20
|
|||
Perlekatan kavum douglas
|
Sebagian
|
Komplit
|
||||
4
|
40
|
|||||
Ovarium
|
Perlekatan
|
<1/3
|
1/3-2/3
|
>2/3
|
||
Kanan
|
Tipis
|
1
|
2
|
4
|
||
Tebal
|
4
|
8
|
16
|
|||
Kiri
|
Tipis
|
1
|
2
|
4
|
||
Tebal
|
4
|
8
|
16
|
|||
Tuba
|
Kanan
|
Tipis
|
1
|
2
|
4
|
|
Tebal
|
4
|
8
|
16
|
|||
Kiri
|
Tipis
|
1
|
2
|
4
|
||
Tebal
|
4
|
8
|
16
|
|||
Menurut Sarwono (2009),Endometriosis diklasifikasikan menjadi 2 bagian,yaitu :
1.
Endometritis
Akuta
Terjadi pada masa post partum / post abortum. Pada
endometritis post partum regenerasi endometrium selesai pada hari ke-9,
sehingga endometritis post partum pada umumnya terjadi sebelum hari ke-9.
Endometritis post abortum terutama terjadi pada abortus provokatus. Pada
endometritis akuta, endometrium mengalami edema dan hiperemi, dan pada
pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi, edema dan infiltrasi leukosit
berinti polimorf yang banyak, serta perdarahan-perdarahan interstisial. Sebab
yang paling penting ialah infeksi gonorea dan infeksi pada abortus dan partus. Infeksi
gonorea mulai sebagai servisitis akut, dan radang menjalar ke atas dan
menyebabkan endometritis akut. Infeksi gonorea akan dibahas secara khusus.
Pada abortus septik dan sepsis puerperalis infeksi
cepat meluas ke miometrium dan melalui pembuluh-pembuluh darah limfe dapat
menjalar ke parametrium, ketuban dan ovarium, dan ke peritoneum sekitarnya.
Gejala-gejala endometritis akut dalam hal ini diselubungi oleh gejala-gejala
penyakit dalam keseluruhannya. Penderita panas tinggi, kelihatan sakit keras,
keluar leukorea yang bernanah, dan uterus serta daerah sekitarnya nyeri pada
perabaan.
Sebab lain
endometritis akut ialah tindakan yang dilakukan dalam uterus di luar partus
atau abortus, seperti kerokan, memasukan radium ke dalam uterus, memasukan IUD
(intra uterine device) ke dalam uterus, dan sebagainya. Tergantung
dari virulensi kuman yang dimasukkan dalam uterus, apakah endometritis akut
tetap berbatas pada endometrium, atau menjalar ke jaringan di sekitarnya.
Endometritis akut yang disebabkan oleh kuman-kuman
yang tidak seberapa patogen pada umumnya dapat diatasi atas kekuatan jaringan
sendiri, dibantu dengan pelepasan lapisan fungsional dari endometrium pada
waktu haid. Dalam pengobatan endometritis akuta yang paling penting adalah
berusaha mencegah, agar infeksi tidak menjalar.
Gejalanya :
a. Demam
b. Lochea
berbau(pada endometritis post abortum kadang-kadang keluar flour yang purulent)
c. Lochea lama
berdarah malahan terjadi metrorrhagi
d.
Kalau radang tidak menjalar ke
parametrium atau parametrium tidak nyeri
Terapi yang diberikan :
a. Uterotonika
b. Istirahat,
letak fowler
c. Antibiotika
d.
Endometritis senilis perlu dikuret
untuk menyampingkan corpus carsinoma, dapat di
beri uterotonika
2. Endometritis Kronika
Endometritis kronika tidak seberapa sering ditemukan,
oleh karena itu infeksi yang tidak dalam masuknya pada miometrium, tidak dapat
mempertahankan diri, karena pelepasan lapisan fungsional dan endometrium pada
waktu haid. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan banyak sel-sel plasma dan
limfosit. Penemuan limfosit saja tidak besar artinya karena sel itu juga ditemukan
dalam keadaan normal dalam endometrium. Gejala-gejala klinis endometritis kronika adalah leukorea dan menorargia.Sedangkan
Pengobatannya tergantung dari penyebabnya.Endometritis kronis dapat ditemukan pada :
a. Pada
tuberkulosis.
b. Jika
tertinggal sisa-sisa abortus atau partus.
c. Jika
terdapat korpus alineum di kavum uteri.
d. Pada polip
uterus dengan infeksi.
e. Pada tumor
ganas uterus.
f. Pada
salpingo – oofaritis dan selulitis pelvik.
Endometritis
tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus TB genital. Pada
pemeriksaan mikroskopik ditemukan tuberkel pada tengah-tengah endometrium yang
meradang menahun.
Pada abortus
inkomplitus dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus terdapat desidua dan vili
korealis di tengah-tengah radang menahun endometrium.
Pada partus
dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus, terdapat peradangan dan
organisasi dari jaringan tersebut disertai gumpalan darah, dan terbentuklah apa
yang dinamakan polip plasenta.
Endometritis
kronika yang lain umumnya akibat infeksi terus-menerus karena adanya benda
asing atau polip/tumor dengan infeksi di dalam kavum uteri.
Gejalanya :
a. Flour albus
yang keluar dari ostium
b.
Kelainan haid seperti metrorrhagi
dan menorrhagi
Terapi : Perlu
dilakukan kuretase
D.
Gambaran
Klinis Endometritis
Gambaran klinis dari endometritis tergantung pada
jenis dan virulensi kuman, daya tahan penderita dan derajat trauma pada jalan
lahir. Kadang-kadang lokhea tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput
ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu
yang segera hilang setelah rintangan dibatasi. Uterus pada endometrium agak
membesar, serta nyeri pada perabaan, dan lembek. Pada endometritis yang tidak
meluas penderita pada hari-hari pertama merasa kurang sehat dan perut nyeri,
mulai hari ke 3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa
hari suhu dan nadi menurun, dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah
normal kembali, lokhea pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang
berbau. Hal yang terakhir ini tidak boleh menimbulkan anggapan bahwa infeksinya
berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokhea yang sedikit
dan tidak berbau.
Gambaran
klinik dari endometritis yaitu :
1. Nyeri
abdomen bagian bawah
2. Mengeluarkan
keputihan
3. Kadang
terjadi pendarahan
Endometritis dapat menyebabkan penyebaran
pada :
1. Miometritis
(pada otot rahim)
2. Parametritis
(sekitar rahim)
3. Salpingitis
(saluran otot)
4. Ooforitis
(indung telur)
5. Pembentukan
penahanan sehingga terjadi abses
Menurut Varney, H (2009),Tanda dan
gejala dari endometritis meliputi :
1. Takikardi
100-140 bpm
2. Suhu 30 - 400C
3. Menggigil
4. Nyeri tekan
uterus yang meluas secara lateral
5. Peningkatan
nyeri setelah melahirkan
6. Sub involusi
7. Distensi
abdomen
8. Lochea sedikit dan berbau busuk, mengandung darah seropurulen
9. Awitan 3-5
hari pasca partum, kecuali jika disertai Infeksi Streptococcus
10.
Jumlah sel darah putih meningkat
E. Patofisiologi Endometritis
Endometriosis dipengaruhi
oleh faktor genetik. Wanita yang memiliki ibu atau saudara perempuan yang
menderita endometriosis memiliki resiko lebih besar terkena penyakit ini juga.
Hal ini disebabkan adanya gen abnormal yang diturunkan dalam tubuh wanita
tersebut. Gangguan menstruasi seperti hipermenorea dan menoragia dapat mempengaruhi
sistem hormonal tubuh. Tubuh akan memberikan respon berupa gangguan sekresi
estrogen dan progesteron yang menyebabkan gangguan pertumbuhan sel endometrium.
Sama halnya dengan pertumbuhan sel endometrium biasa, sel-sel endometriosis ini
akan tumbuh seiring dengan peningkatan kadar estrogen dan progesteron dalam
tubuh.
Faktor penyebab lain berupa
toksik dari sampah-sampah perkotaan menyebabkan mikoroorganisme masuk ke dalam
tubuh. Mkroorganisme tersebut akan menghasilkan makrofag yang menyebabkan
resepon imun menurun yang menyebabkan faktor pertumbuhan sel-sel abnormal
meningkat seiring dengan peningkatan perkembangbiakan sel abnormal.
Jaringan endometirum yang
tumbuh di luar uterus, terdiri dari fragmen endometrial. Fragmen endometrial
tersebut dilemparkan dari infundibulum tuba falopii menuju ke ovarium yang akan
menjadi tempat tumbuhnya. Oleh karena itu, ovarium merupakan bagian pertama
dalam rongga pelvis yang dikenai endometriosis.
Sel endometrial ini dapat memasuki peredaran
darah dan limpa, sehingga sel endomatrial ini memiliki kesempatan untuk
mengikuti aliran regional tubuh dan menuju ke bagian tubuh lainnya.
Dimanapun lokasi
terdapatnya, endometrial ekstrauterine ini dapat dipengaruhi siklus endokrin
normal. Karena dipengaruhi oleh siklus endokrin, maka pada saat estrogen dan
progesteron meningkat, jaringan endometrial ini juga mengalami
perkembangbiakan. Pada saat terjadi perubahan kadar estrogen dan progesteron
lebih rendah atau berkurang, jaringan endometrial ini akan menjadi nekrosis dan
terjadi perdarahan di daerah pelvic.
Perdarahan di daerah pelvis
ini disebabkan karena iritasi peritonium dan menyebabkan nyeri saat menstruasi
(dysmenorea). Setelah perdarahan, penggumpalan darah di pelvis akan menyebabkan
adhesi/perlekatan di dinding dan permukaan pelvis. Hal ini menyebabkan nyeri,
tidak hanya di pelvis tapi juga nyeri pada daerah permukaan yang terkait, nyeri
saat latihan, defekasi, BAK dan saat melakukan hubungan seks. Adhesi juga dapat
terjadi di sekitar uterus dan tuba fallopii.
Adhesi di uterus
menyebabkan uterus mengalami retroversi, sedangkan adhesi di tuba fallopii
menyebabkan gerakan spontan ujung-ujung fimbriae untuk membawa ovum ke uterus
menjadi terhambat. Hal-hal inilah yang menyebabkan terjadinya infertil pada
endometriosis.
F. Diagnosa Klinis Endometritis
Secara
klinis karakteristik endometritis dengan adanya pengeluaran mucopurulen pada
vagina, dihubungkan dengan ditundanya involusi uterus. Diagnosa endometritis
tidak didasarkan pada pemeriksaan histologis dari biopsy endometrial. Tetapi
pada kondisi lapangan pemeriksaan vagina dan palpasi traktus genital per rectum
adalah teknik yang sangat bermanfaat untuk diagnosa endometritis. Pemeriksaan
visual atau manual pada vagina untuk abnormalitas pengeluaran uterus adalah
penting untuk diagnosa endometritis, meski isi vagina tidak selalu mencerminkan
isi dari uterus. Flek dari pus pada vagina dapat berasal dari uterus, cervik
atau vagina dan mukus tipis berawan sering dianggap normal. Sejumlah sistem
penilaian telah digunakan untuk menilai tingkat involusi uterus dan cervik,
pengeluaran dari vagina alami.
Sistem
utama yang digunakan adalah kombinasi dari diameter uterus dan cervik,
penilaian isi dari vagina. Sangat penting untuk dilakukan diagnosa dan memberi
perlakuan pada kasus endometritis di awal periode post partum. Setiap ibu harus
mengalami pemeriksaan postpartum dengan segera pada saat laktasi sebagai bagian
dari program kesehatan yang rutin. Kejadian endometritis dapat didiagnosa
dengan adanya purulen dari vagina yang diketahui lewat palpasi rektal.
Diagnosa
lebih lanjut seperti pemeriksaan vaginal dan biopsi mungkin diperlukan. Yang
harus diperhatikan pada saat palpasi dan pemeriksaan vaginal meliputi ukuran
uterus, ketebalan dinding uterus dan keberadaan cairan beserta warna, bau dan
konsistensinya. Sejarah tentang trauma kelahiran, distosia, retensi plasenta
atau vagina purulenta saat periode postpartum dapat membantu diagnosa
endometritis. Pengamatan oleh inseminator untuk memastikan adanya pus,
mengindikasikan keradangan pada uterus. Sejumlah kecil pus yang terdapat
pada pipet inseminasi dan berwarna keputihan bukanlah suatu gejala yang
mangarah pada endometritis. Keradangan pada cervix (cervisitis) dan vagina
(vaginitis) juga mempunyai abnormalitas seperti itu. Bila terdapat sedikit
cairan pada saat palpasi uterus, penting untuk melakukan pemeriksaan
selanjutnya yaitu dengan menggunakan spekulum. Untuk beberapa kasus
endometritis klinis atau subklinis, diagnosa diperkuat dengan biopsy uterin.
Pemeriksaan mikroskopis dari jaringan biopsy akan tampak adanya peradangan akut
atau kronik pada dinding uterus. Pemeriksaan biopsi uterin dapat untuk
memastikan terjadinya endometritis dan adanya organisme di dalam uterus.
Tampak
daerah keradangan menunjukkan terutama neutrofil granulocyte dan dikelilingi
jaringan nekrosis dengan koloni coccus. Cara sederhana juga adalah dengan
melakukan pemeriksaan manual pada vagina dan mengambil mukus untuk di inspeksi.
Keuntungan teknik ini adalah murah, cepat, menyediakan informasi sensory
tambahan seperti deteksi laserasi vagina dan deteksi bau dari mukus pada
vagina. Satu prosedur adalah pembersihan vulva menggunakan paper towel kering
dan bersih, sarung tangan berlubrican melalui vulva ke dalam vagina. Pinggir,
atas dan bawah dinding vagina dan os cervik eksterna dipalpasi dan isi mukus
vagina diambil untuk diperiksa. Tangan biasanya tetap di vagina untuk
sekurangnya 30 detik. Pemeriksaan vagina manual telah sah dan tidak menyebabkan
kontaminasi bakteri uterus, menimbulkan phase respon protein akut atau menunda
involusi uterus.
Tetapi
operator sadar bahwa vaginitis dan cervicitis mungkin memberikan hasil yang
salah. Vaginoscopy dapat dilakukan dengan menggunakan autoclavable plastik,
metal atau disposable foil- lined cardboard vaginoscope, yang diperoleh adalah
inspeksi dari isi vagina. Tetapi mungkin ada beberapa resistensi menggunakan
vaginoscop karena dirasa tidak mudah, potensial untuk transmisi penyakit dan
harganya. Alat baru untuk pemeriksaan mukus vagina terdiri dari batang
stainless steel dengan hemisphere karet yang digunakan untuk mengeluarkan isi
vagina.
G. Komplikasi pada Endometrisis
Komplikasi yang potensial dari
endometritis adalah sebagai berikut :
1.
Luka infeksi
Infeksi
luka biasanya terjadi pada hari kelima pasca operasi sebagai demam menetap
meskipun pasien mendapat terapi antimikroba yang adekuat. Biasanya dijumpai
eritema, indurasi, dan drainase insisi.
2.
Karena peritonitis
Peritonitis
pasca sesar mirip dengan peritonitis bedah, kecuali rigiditas abdomen biasanya
tidak terlalu mencolok karena peregangan abdomen yang berkaitan dengan
kehamilan. Nyeri mungkin hebat. Jika infeksi berawal di uterus dan meluas hanya
ke peritonium di dekatnya (peritonitis panggul),terapi biasanya medis.
Sebaliknya peritonitis abdomen generalisata akibat cedera usus atau
nekrosis insisi uterus, sebaiknya diterapi secara bedah .
3.
Parametrial phlegmon
Pada
sebagian wanita yang mengalami metritis setelah sesar , terjadi selulitis
parametrium yang intensif. Hal ini menyebabkan terbentuknya daerah indursi yang
disebut flegmon, di dalam lembar-lembar ligamentum latum (parametria)atau
dibawah lipatan kandung kemih yang berada di atas insisi uterus. Selulitis ini
umumnya unilateral dan dapat meluas ke lateral ke dinding samping panggul.
Infeksi ini harus dipertimbangkan jika demam menetap setelah 72 jam meskipun
pasien sudah mendapat terapi untuk endomiometritis pasca sesar.
4.
Panggul abses
Flegmon
parametrium dapat mengalami supurasi, membentuk abses ligamentum latum yang
fluktuatif. Jika abses ini pecah, dapat timbul peritonitis yang mengancam
nyawa. Dapat dilakukan drainase abses dengan menggunakan tuntunan computed
tomography, kolpotami, atau melalui abdomen, bergantung pada lokasi
abses.
5.
Abses subfasia dan Terbukanya jaringan parut uterus
Kompilkasi
serius endometritis pada wanita yang melahirkan sesar adalah terbukanya insisi
akibat infeksi nekrosis disertai perluasan ke dalam ruang subfasia di sekitar
dan akhirnya pemisahan insisi fasia . Hal ini bermanifestasi sebagai drainase
subfasia pada wanita dengan demam lama. Di perlukan eksplorasi bedah dan
pengangkatan uterus yang terinfeksi.
6.
Septik panggul thrombophlebitis
Di
dahului oleh infeksi bakteri di tempat implantasi plasenta atau insisi uterus.
Infeksi dapat meluas di sepanjang rute vena dan mungkin mengenai vena-vena di
ovarium.
H. Penatalkasanaan
1.
Antibiotika ditambah drainase yang
memadai merupakan pojok sasaran terpi. Evaluasi klinis daan organisme yang
terlihat pada pewarnaan gram, seperti juga pengetahuan bakteri yang diisolasi
dari infeksi serupa sebelumnya, memberikan petunjuk untuk terapi antibiotik.
2.
Cairan intravena dan elektrolit
merupakan terapi pengganti untuk dehidrasi ditambah terapi pemeliharaan untuk
pasien-pasien yang tidak mampu mentoleransi makanan lewat mulut. Secepat
mungkin pasien diberikan diit per oral untuk memberikan nutrisi yang memadai.
3.
Pengganti darah dapat diindikasikan
untuk anemia berat dengan post abortus atau post partum.
4.
Tirah baring dan analgesia merupakan
terapi pendukung yang banyak manfaatnya.
5.
Tindakan bedah: endometritis post
partum sering disertai dengan jaringan plasenta yang tertahan atau obstruksi
serviks. Drainase lokia yang memadai sangat penting. Jaringan plasenta yang
tertinggal dikeluarkan dengan kuretase perlahan-lahan dan hati-hati.
Histerektomi dan salpingo – oofaringektomi bilateral mungkin ditemukan bila
klostridia teah meluas melampaui endometrium dan ditemukan bukti adanya sepsis
sistemik klostridia (syok, hemolisis, gagal ginjal).
I.
Pencegahan Endometritis
1.
Menyembuhkan penyakit metabolisme
ini sangat baik dengan memenuhi kebutuhan nutrisi sapi
2.
Meningkatkan BCS 2 ke 3
3.
Memenuhi kebutuhan magnesium
4.
Perbaiki kebutuhan nutrisi, dan
lingkungan kandang
5.
Menjaga kebersihan alat yang
digunakan dalam pertolongan kelahiran
6.
Mengawinkan sapi betina hendaknya
dilakukan sekurang-kurangnya 60 hari post partum
7. Dalam menangani retensi sekundinarum
segera diadakan pertolongan dengan teknik yang baik dan
menyeluruh, jangan ada sisa sekundinae yang tertinggal di dalam uterus.
BAB III
CONTOH KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NY.K UMUR 30 TAHUN
DENGAN ENDOMETRIOSIS SEDANG
DI RUMAH SAKIT
No.
Register : 50242
Masuk RS
tanggal / Jam : 02-10-2012 / 11.00 WIB
Tempat :
Rumah Sakit
A. PENGKAJIAN
Tanggal : 02-10-2012
Jam : 11.00 WIB
Oleh : Bidan
1. Data Subyektif
· Identitas Ibu Identitas Suami
Nama : Ny. K Nama : Tn. W
Umur : 30 thn Umur : 35 thn
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/Bangsa: Jawa/Indonesia Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMA Pendidikan : S-1
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : PNS
Alamat : Yogyakarta Alamat : Yogyakarta
No.Telp : 081999442354 No.Telp : 081337446495
·
Alasan datang
Ibu mengatakan
ingin memeriksakan keadaannya
·
Keluhan utama
Ibu mengatakan
nyeri perut bagian bawah dan didaerah panggul dan juga nyeri saat berhubungan
·
Riwayat menstruasi
Menarche : 13 tahun Siklus : 25 hari
Lama : 9 hari Teratur : Tidak Teratur
Sifat darah : Cair Keluhan : Disminorhea
· Riwayat perkawinan
Status
pernikahan
: Sah
Lama : 1 tahun
Menikah ke : Pertama
Usia menikah
pertama kali : 29 Tahun
· Riwayat Obstetrik (G1P1A0)
No
|
Tahun
|
Jenis
Persalinan
|
Penolong
|
Tempat
|
H/M
|
Jenis
Kelamin
|
BB
lahir
|
Komplikasi
|
Ket
|
1
|
2008
|
spontan
|
dokter
|
RS
|
H
|
perempuan
|
3000 gr
|
Tidak ada
|
-
|
· Riwayat KB
Ibu mengatakan belum pernah KB
· Riwayat kesehatan
a. Penyakit yang pernah /sedang diderita (menular,
menurun dan menahun)
ü Ibu tidak pernah menderita penyakit menular, seperti TBC, hepatitis B
ü Ibu tidak pernah menderita penyakit kronis, seperti jantung
ü Ibu tidak pernah menderita penyakit menurun, seperti asma, hipertensi
b. Penyakit yang pernah /sedang diderita keluarga
(menular, menurun dan menahun)
ü Di dalam keluarga ibu maupun suami tidak ada yang menderita penyakit
menurun,seperti: DM dan Asma
ü Di dalam keluarga Ibu maupun Suami tidak ada yang menderita penyakit
menular, seperti: TBC dan Hepatitis B
ü Di dalam keluarga ibu dan suami tidak ada yang menderita penyakit kronik,
seperti: penyakit jantung
c. Riwayat keturunan kembar
Ibu mengatakan tidak memiliki
riwayat keturunan kembar
d. Riwayat operasi
Ibu mengatakan tidak pernah operasi
e. Riwayat alergi obat
Ibu mengatakan tidak ada riwayat
alergi obat
· Pola Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
a.
Pola nutrisi
ü Makan
Frekuensi : 3 kali / hari
Jenis : Nasi,lauk,sayur
Porsi : 1 piring
Pantangan : Tidak ada
Keluhan : Tidak ada
ü Minum
Frekuensi : 6 kali / hari
Jenis : Air putih, susu
Porsi : 1 gelas
Pantangan : Tidak ada
Keluhan : Tidak ada
b.
Pola eliminasi
ü BAB
Frekuensi : 1 kali / hari
Konsistesi : Lembek
Warna : Kuning kecoklatan
Keluhan : Tidak ada
ü BAK
Frekuensi : 2-3 kali / hari
Konsistesi : Cair
Warna : Kuning jernih
Keluhan : Tidak ada
c.
Pola istirahat
ü
Tidur siang
Lama : 1 jam / hari Keluhan : Tidak ada
ü
Tidur malam
ü
Lama : 6 jam / hari Keluhan
: Tidak ada
d. Personal hygiene
Mandi : 2 kali / hari
Gosok gigi : 3 kali / hari
Ganti pakaian : 2 kali / hari
Keramas : 3 kali / minggu
e.
Pola Seksualitas
Frekuensi : 1 kali / minggu
Keluhan : Nyeri saat berhubungan
f.
Pola aktivitas (terkait kegiatan fisik, olah raga)
ü Ibu mengatakan melakukan aktifitas di dalam rumah seperti menyapu,
mengepel, dan memasak
ü Ibu mengatakan setiap sore ibu jalan-jalan
g.
Psikososiospiritual
ü Ibu mengatakan hubungan ibu dengan suami sangat baik
ü Ibu mengatakan hubungan ibu dengan keluarga sangat baik
ü Ibu mengatakan beragama islam dan ibu taat beribadah
ü Ibu mengatakan suami sebagai pencari nafkah
ü Ibu mengatakan pengambilan keputusan dilakukan oleh ibu bersama suami.
2. Data
Obyektif
· Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda vital sign : Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 370 C
Status emosional :
Stabil
Tinggi Badan :
165 cm
Berat Badan :
55 kg
LILA :
24,5 cm
·
Pemeriksaan fisik
Kepala : Bentuk mesocephal, tidak ada benjolan, tidak ada bekas luka operasi
Muka : Bentuk oval, tidak
odem, tidak ada kloasma, tidak ada jerawat
Mata : Simetris, sklera putih, konjungtiva merah muda.
Hidung : Simetris, tidak
ada pengeluaran cairan, tidak ada polip
Mulut : Bersih, tidak ada stomatitis, lidah bersih
Telinga : Simetris,
bersih, tidak terdapat serumen
Leher :
Tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid, limfe, parotis dan tidak
ada
pembengkakan vena jugularis
Dada :
Denyut jantung
normal, pernafasan teratur, tidak ada bunyi ronchi
Payudara : Simetris, , tidak ada kelainan
Abdomen : Uterus membesar
Genetalia : Bersih, tidak ada perbesaran kelenjar bartolini
Anus : Tidak ada hemoroid
Ektremitas : Atas : Tidak terdapat odema, gerakan aktif, kuku tidak
pucat
Bawah :
Tidak terdapat
odema dan varises, gerakan aktif
· Pemeriksaan Penunjang
USG
· Data Penunjang
Tidak ada
B. INTERPRETASI DATA
1.
Diagnosa Kebidanan
Seorang Ibu Ny. K
umur 30 tahun G1P1A0 dengan Endometriosis Sedang
2.
Data Dasar
·
Data Subyektif
ü
Ibu mengatakan
umurnya 30 tahun
ü
Ibu
mengatakan nyeri perut bagian bawah
·
Data Obyektif
KU : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda vital sign : Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 370 C
Pemeriksaan Genetalia : Tidak ada
pembesaran kelenjar bartholini
3.
Masalah
Ibu merasa cemas
dengan keadaannya
Data Dasar :
Subyektif : Ibu mengatakan nyeri perut bagian bawah
Obyektif : Pemeriksaan fisik
Perut nyeri saat di tekan
C. IDENTIFIKASI
DIAGNOSA/MASALAH POTENSIAL
Endometriosis
berat
D. ANTISIPASI TINDAKAN
SEGERA
Kolaborasi dengan
dr. SpOG
E. PERENCANAAN
Tanggal : 02 -10- 2012
Jam : 11.10 WIB
Oleh : Bidan
1. Beritahu ibu mengenai hasil pemeriksaan
2. Beri KIE mengenai endometriosis
3. Lakukan inform consent untuk persetujuan tindakan medik yang akan
dilakukan
4. Lakukan kolaborasi dengan dokter
5. Lakukan dokumentasi
F.
PELAKSANAAN
Tanggal : 02-10-2012
Jam : 11.15 WIB
Oleh : Bidan, dokter
1.
Memberitahu ibu
tentang hasil pemeriksaan bahwa ibu menderita endometrosis sedang
2.
Memberi KIE
kepada ibu bahwa endometriosis merupakan adanya jaringan dinding rahim yang
berada di luar rongga rahim. gejalanya nyeri perut bagian bawah saat haid,nyeri
ketika berhubungan seksual,menstruasi tidak teratur, saat menstruasi keluar
darah banyak. Pemeriksaannya dengan cara laparaskopi oleh dokter S.pOG
3.
Melakukan inform
consent kepada ibu mengenai persetujuan tindakan yang akan di lakukan.
4.
Melakukan
kolaborasi dengan dokter S.pOG untuk melakukan tindakan laparaskopi dan
pemberian terapi.
5.
Melakukan
dokumentasi tindakan
G.
EVALUASI
Tanggal : 02-10-2012
Jam : 12.15 WIB
Oleh : Bidan
1. Ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan bahwa ibu sedang menderita
penyakit endometriosis sedang.
2. Ibu sudah mengetahui tentang endometriosis,gejalanya,penanganan dari
endometriosis terbukti ibu dapat mengulang penjelasan bidan.
3. Ibu setuju untuk di lakukan
laparaskopi.
4. Sudah di lakukan tindakan laparaskopi dan ibu sudah di berikan terapi.
5. Hasil sudah di dokumentasikan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Endometritis
adalah infeksi pada endometrium atau desidua, dengan ekstensi ke dalam
miometrium dan jaringan parametrial. Endometritis biasanya terjadi akibat
infeksi naik dari saluran kelamin bawah. Dari perspektif patologis,
endometritis dapat diklasifikasikan sebagai akut vs kronis. Endometritis akut
ditandai dengan kehadiran neutrofil dalam kelenjar endometrium. Endometritis
kronis bnnnnnnnnnnnnnnditandai dengan adanya sel plasma dan limfosit dalam stroma endometrium.
Endometritis ini mempunyai dua macam, yaitu endometritis akut dan kronis,
dengan gejala-gejala yang kadang terlihat dan kadang pula tidak terlihat, yang
terlihat seperti adanya demam, kontraksi uterus yang kurang baik, serta adanya
perdarahan yang tidak normal. Endometriosis ini disebabkan oleh karna adanya
infeksi bakteri diantaranya Campylobacter
foetus,
Brucella sp., Vibrio sp. dan Trichomonas
foetus.
Endometritis yang masuk melalui proses persalinan yang kurang menjaga
kesterilannya.
B.
Saran
Semoga makalah yang kami buat ini daapt bermanfaat sebagai salah satu bahan ajar ataupun referensi dalam materi KB dan Kesehatan Reproduksi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Taber, Ben-Zion. (1994). Kapita Selekta Kedaruratan
Obstetri Dan Ginekologi.Jakarta: EGC.
Mansjoer, A. (1999). Kapita Selekta Kedokteran (Jilid 1).Jakarta: Media
Aesculapius.
Varney, H. (2002). Buku Saku Bidan.Jakarta: EGC.
Wiknjosastro, H. (2002). Ilmu Kebidanan.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Wiknjosastro, H. (1991). ILMU KEBIDANAN. Edisi III.Jakarta : Gramedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar